Breaking News

Fidel Castro: Api Revolusi dari Kuba yang Membakar Dunia

 

✍️ Oleh: Kharizal Afriandi


Dari Heningnya Kuba Menjadi Gema Sejarah Dunia

Di sebuah sudut tenang di timur Kuba, pada 13 Agustus 1926, lahirlah seorang anak laki-laki yang kelak mengguncang tatanan geopolitik global. Namanya Fidel Alejandro Castro Ruz. Ia bukan berasal dari istana, melainkan dari perkebunan tebu milik ayahnya, Ángel Castro, seorang imigran Galisia yang kaya raya, dan ibunya Lina Ruz, mantan pelayan rumah tangga. Fidel tumbuh di antara kelas yang bertolak belakang—ia adalah bayangan masa depan yang dilahirkan dari ketimpangan.



Sejak kecil, Fidel menyaksikan pekerja di tanah keluarganya hidup dalam kemiskinan dan ketertundukan. Di sekolah Jesuit di Havana, ia membaca sejarah, hukum, dan puisi revolusioner José Martí. Tapi lebih dari itu, ia belajar tentang ketidakadilan. Seorang guru Jesuit pernah berkata, “Anak ini tidak hanya pandai, ia gelisah. Ia menyimpan sesuatu yang tidak semua anak miliki—api.” Dan api itu, akhirnya menyala.


Dari Ruang Kuliah ke Medan Perang

Masuk Fakultas Hukum di Universitas Havana, Fidel segera terlibat dalam aksi-aksi politik. Ia tidak sekadar belajar konstitusi, tapi menantangnya. Demonstrasi, perdebatan, dan organisasi bawah tanah menjadi sekolah sesungguhnya. Ketika kudeta militer Fulgencio Batista menggagalkan pemilu demokratis tahun 1952, Fidel tahu jalan damai telah tertutup.

Pada 1953, ia memimpin serangan ke Barak Moncada di Santiago. Serangan itu gagal, tapi tidak sia-sia. Ia ditangkap, dan di ruang sidang, ia menyampaikan pidato yang kemudian menggema sepanjang sejarah:

“La historia me absolverá.”
Sejarah akan membebaskanku.

Kalimat itu menjadi manifestonya. Di penjara, ia menulis, merenung, dan merancang kembali arah revolusi. Ia tidak berbicara tentang balas dendam, tetapi tentang pendidikan, kesehatan, dan kemerdekaan sejati dari pengaruh asing.


Sierra Maestra: Tempat Mitos Ditempa

Keluar dari penjara, diasingkan ke Meksiko, dan di sanalah ia bertemu Che Guevara. Keduanya kembali ke Kuba pada 1956 dengan 82 pejuang lewat kapal kecil Granma. Sebagian besar gugur saat pendaratan, tapi Fidel dan segelintir lainnya bertahan dan naik ke pegunungan Sierra Maestra. Di sanalah revolusi mulai tumbuh, perlahan namun pasti.

Fidel tidak hanya berperang dengan senjata, tetapi juga dengan kata-kata. Ia mendirikan siaran radio gerilya, membangun kepercayaan rakyat desa, dan merebut hati petani. Ia menyatakan, “Kami tidak menjanjikan kekayaan. Kami menjanjikan perjuangan.”

Pada 1 Januari 1959, Batista melarikan diri. Fidel dan pasukannya memasuki Havana, bukan sebagai politisi, tapi sebagai simbol perubahan yang nyata.


Membangun Utopia di Tengah Blokade

Setelah revolusi berhasil, Fidel segera melakukan reformasi besar: tanah dibagi, pabrik dinasionalisasi, sekolah dan rumah sakit dibangun secara gratis. Buta huruf diberantas, dan sistem kesehatan Kuba menjadi salah satu yang terbaik di Amerika Latin.

Namun keberaniannya membuatnya menjadi musuh Amerika Serikat. Embargo ekonomi dijatuhkan, dan Fidel pun bersandar pada Uni Soviet. Di mata Barat, ia diktator. Namun di mata rakyatnya—dan banyak negara berkembang lainnya—ia adalah pelita perlawanan terhadap imperialisme.


Kepemimpinan Sebagai Sebuah Keyakinan dan Ritual

Dalam studi tahun 2024 oleh Fatih Aydin dan tim penelitiannya, Fidel digambarkan bukan hanya sebagai kepala negara, tapi sebagai pemimpin transformasional yang membentuk identitas bangsanya melalui kekuatan narasi dan keyakinan.

Ia tidak memerintah seperti teknokrat, melainkan berbicara seperti seorang pendeta revolusi. Pidatonya bisa berlangsung selama berjam-jam, tanpa naskah, penuh daya pikat emosional. Ia tidak membuat kebijakan berdasarkan survei, tapi dari keyakinan bahwa martabat manusia dibangun melalui akses terhadap pengetahuan dan kesehatan.

"Castro tidak hanya mengubah sistem pemerintahan," tulis Aydin.
"Ia mengubah bagaimana rakyat Kuba memaknai hidup mereka—dengan rasa bangga, walau miskin; dengan harga diri, meski terasing dari dunia."

Namun, keyakinan sebesar itu juga melahirkan sisi gelap. Ia menutup ruang oposisi, memberangus kritik, dan menjadikan partainya sebagai satu-satunya suara sah. Ia bisa sangat dekat dengan rakyat, namun sekaligus sangat tertutup terhadap keraguan.


Fidel di Dunia yang Lebih Luas

Fidel tidak berhenti di Kuba. Ia percaya bahwa revolusi bukan milik satu negara. Ketika Afrika Selatan menginvasi Angola, ia mengirim tentara dan dokter. Dalam buku Visions of Freedom (Gleijeses, 2013), disebutkan bahwa intervensi Kuba di Afrika bukan karena perintah Uni Soviet, tapi karena pilihan moral Fidel sendiri.

"The Cuban intervention in Angola was not driven by Soviet orders, but by Fidel’s sense of moral duty."

Lebih dari 300.000 orang Kuba—tentara dan tenaga medis—dikirim untuk membantu kemerdekaan negara-negara Afrika. Di tengah Perang Dingin, Fidel berdiri sebagai simbol internasionalisme. Ia menjadi panutan bagi gerakan pembebasan dari Palestina hingga Afrika Selatan.


Epilog: Api yang Tidak Pernah Padam

Fidel mengundurkan diri dari kekuasaan karena sakit pada 2008. Ia meninggal dunia pada 25 November 2016. Dunia bereaksi dalam nada yang beragam—ada yang bersorak, ada yang menangis, dan banyak yang diam, mencoba mencerna warisan seorang manusia yang begitu kompleks.

“Menjadi revolusioner bukan tentang menang,” katanya menjelang akhir hidupnya.
“Tapi tentang tidak pernah menyerah.”

Fidel Castro adalah simbol dari keberanian seorang individu menghadapi kekuatan besar. Ia punya kelemahan, ia membuat kesalahan. Tapi ia juga memberi dunia pelajaran bahwa suara dari tempat kecil bisa menggemparkan seluruh planet—jika dibakar oleh keyakinan.




📚 Referensi:

  1. Aydin, Fatih et al. (2024). Exploring the Leadership Style of Fidel Castro in the Context of Cuban History. ResearchGate.

  2. Gleijeses, Piero. (2013). Visions of Freedom: Havana, Washington, Pretoria…. University of North Carolina Press.

  3. Erikson, Daniel. (2009). The Cuba Wars: Fidel Castro, the United States, and the Next Revolution. Bloomsbury.

  4. Bonachea, Rolando & Valdés, Nelson. (1972). Revolutionary Struggle: Selected Works of Fidel Castro. MIT Press.

  5. Quirk, Robert. (1993). Fidel Castro. W. W. Norton.


#FidelCastro #SejarahDunia #RevolusiKuba #PemimpinDuniaKetiga #AntiImperialisme #NationalGeographicStyle #NusantaraCerdas

Tidak ada komentar